Merapi, Riwayatmu Kini….

Merapi, akhirnya, kembali berontak. Selasa (26/10), sekitar pukul 17.02 WIB, gunung yang dideteksi paling aktif di dunia itu mulai memasuki tahap erupsi. Ditandai dengan dua kali letusan keras; sebelum letusan ketiga menyusul disertai awan panas setinggi 1,5 meter yang langsung mengarah ke Kaliadem, Kepuharjo – sembari menyemburkan material vulkanik hingga 1,5 kilometer.

Kota Sleman (Yogyakarta) dan Klaten-Boyolali-Magelang (Jawa Tengah), yang dilintasi gunung setinggi 2.968 meter itu, seketika terkepung hujan abu. Angin bergerak membawa awan panas. Korban pun berjatuhan. Rata-rata karena sesak napas dan gosong terbakar. Warga yang sejak pekan lalu lari ke pengungsian, diminta mengenakan masker, agar tidak menghirup abu vulkanik yang berbau belerang.

***

Konon, ini kali ke 69 Merapi meletus sejak 1548. Letusan-letusan kecil kerap terjadi setiap dua-tiga tahun sekali; sementara yang lebih besar antara 10-15 tahun sekali.

Letusan-letusan yang berdampak cukup besar berlangsung, antara lain, tahun 1006, 1786, 1822, 1872, 1930, 1194, 1998, dan terakhir 2006. Letusan pada 1006, kabarnya, memaksa Kerajaan Mataram Kuno harus pindah ke Jawa Timur.

Namun, letusan tahun 1930-lah yang paling dahsyat. Saat itu 13 desa hancur, dan 1400 orang tewas.

Dan, Merapi terus bergerak. Pada November 1994, letusan Merapi mulai membawa awan panas, yang menukik ke beberapa desa di bawah lereng. Puluhan jiwa jadi korban.

Lalu, 19 Juli 1998, letusan yang tak kalah besar muncul. Hanya saja, awan panas dihembuskan angin ke arah atas, hingga tidak memakan korban jiwa.

Berikutnya, letusan berturut-turut dengan aktivitas cukup tinggi berlangsung selama 2001-2003. Tahun 2004-2005, Merapi mendadak adem-ayem.

Barulah memasuki April 2006, gempa-gempa kecil dan deformasi merayap dari Merapi. Sebulan berikutnya, diyakini, Merapi siap meletus kembali. Pemerintah Daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta, yang telah dipaksa akrab dengan amuk-merapi, segera bersiap mengevakuasi penduduk.

Akhirnya, 15 Mei 2006, Merapi benar-benar melontarkan letusan pertama. Dikabarkan, antara 2 Juni s/d 4 Juni 2010, volume lava di kubah Merapi sudah mencapai 4 juta meter kubik. Artinya, lava telah memenuhi seluruh kapasitas kubah Merapi, sehingga tambahan semburan lava terbaru akan langsung loncat ke luar.

Setelah melemparkan hujan abu vulkanik dari luncuran awan panas yang dahsyat hingga menggelapkan Magelang (sekitar 14 kilometer dari Puncak Merapi), pada 8 Juni, sekitar pukul 09.03 dan 09.40 WIB, Merapi kembali meletus, dua kali berturut-turut. Semburan awan panas sejauh 5 kilometer lebih melesat ke arah hulu Kali Gendol (lereng selatan), dan menghanguskan sebagian kawasan hutan di utara Kaliadem di wilayah Kabupaten Sleman.

Tecatat dua orang tewas, dan ratusan penduduk yang tinggal di lereng Merapi kehilangan tempat tinggal.

***

Merapi saat ramah/IstimewaMerapi saat ramah/IstimewaKehadiran Merapi, berikut ulahnya yang demen ngambek, memang kerap menjadi paradoks bagi masyarakat maupun Pemerintah Daerah Yogya dan Jawa Tengah. Material pasir dengan kualitas bagus yang terhimpun di Merapi, adalah berkah bagi masyarakat. Itu sebabnya mereka mau-mauan membangun desa hingga ketinggian 1700 meter di lereng-lereng Merapi.

Tapi, Merapi juga punya obyek wisata yang diakui dunia amat cantik. Pemandangan alamnya memang mempesona. Jalur pendakiannya yang ramah, kerap memancing wisatawan asing datang betualang. Bagi Pemda, ini tentu ladang devisa.

Pada 4 Mei 2004, wilayah Merapi ikut dinobatkan sebagai kawasan Taman Nasional. Hutan-hutan di Gunung Merapi bahkan sudah ditetapkan sebagai kawasan lindung sejak 1931; utamanya untuk perlindungan sumber air, sungai dan penyangga sistem kehidupan Kabupaten/Kota Sleman, Yogyakarta, Klaten, Boyolali, dan Magelang.

Ekosistem Merapi secara alami merupakan hutan tropis pegunungan yang terpengaruh aktivitas gunung berapi. Beberapa jenis endemik, di antaranya Saninten (Castanopsis argentea), Anggrek Vanda tricolor, dan Elang Jawa (Spizaetus bartelsi). Konon, di sana juga masih tinggal komunitas macan tutul (Panthera pardus) dan hewan liar lainnya.

***

Rabu (27/10) dini hari ini, Merapi dilaporkan mulai tenang. Guguran awan panas – yang oleh penduduk akrab disebut sebagai wedhus gembel – tak lagi kelihatan. Namun, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM), Surono, mewanti-wanti, Merapi tak sepenuhnya tidur. "Masih aktif, statusnya masih awas," katanya.

Kabar bagus itu seakan mengamini gerak tim penyelamat yang memutuskan menghentikan sementara upaya pencarian korban, menyusul cuaca yang kurang kondusif akibat amuk Merapi siang tadi. Sejauh ini, mereka sudah berhasil mengevakuasi 15 korban tewas – salah satunya diduga Yuniawan Nugroho, wartawan VIVAnews.com, yang sedang memburu Mbah Marijan, kuncen Merapi yang ogah dievakuasi – dan belakangan juga ditemukan tewas dalam posisi sedang bershalat di rumahnya, Desa Kinahrejo Sleman, sekitar 6 km dari Puncak Merapi.

Namun, Iman Surahman, relawan Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa yang ikut berjibaku langsung di lapangan bencana, menduga masih ada beberapa korban yang belum ditemukan. "Besok pencarian akan kami lanjutkan. Kami yakini masih ada setidaknya lima orang lagi," ujarnya.

Keyakinan Iman itu membuat Lanny, seorang pembaca TNOL, bergidik. “Semoga itu keyakinan yang salah. Belum lagi petaka Mentawai usai, Merapi datang meradang. Apa yang salah dengan negeri ini?” bisiknya di telepon.

http://www.tnol.co.id/id/onthespot/6615-merapi-riwayatmu-kini.html

No comments:

Post a Comment